Selasa, 10 Maret 2009

Ayamnya Belum Diasuransi

Saat bekerja di salah satu kontraktor telekomunikasi di daerah Kebon Jeruk Jakarta Barat, setiap sore sebelum pulang kami biasanya ngobrol ngalor ngidul, tentang apa saja. Sembari menunggu jemputan bagi yang dijemput, menunggu macet di jalanan berkurang, kadang menunggu hujan reda, atau menunggu waktu shalat maghrib jika kami akan meneruskan kerja karena harus lembur kalau kebetulan perusahaan kami sedang mengikuti tender.

Sore itu kami sedang mendengarkan cerita seru pak Arvin yang baru pulang dari liburan cuti bersama keluarganya. Temanku pak Arvin ini baru kembali dari cuti selama 14 hari ke kampung halamannya Makassar, Sulawesi Selatan. Tapi yang lebih seru adalah ketika pak Arvin berkisah tentang ayam-ayam piaraannya yang mati semua saat ditinggalkannya selama dua minggu. Pak Arvin menyebutnya sebagai musibah keluarga.

Sebelum berangkat cuti bersama keluarganya, dia bingung kepada siapa ia harus menitipkan ke sepuluh ekor ayamnya, karena mereka tinggal di komplek perumahan. Tidak ada orang yang mau dititipi ayam sebanyak dan selama itu. Akhirnya dia memutuskan untuk mengurung semua ayamnya ke dalam ruang tamu rumahnya dan menyiapkan persediaan makanan untuk mereka berupa butiran jagung, dedak dan air untuk jatah selama dua minggu.

Bisa ditebak, saat mereka kembali dari liburan semua ayam sudah mati dan kondisi ruang tamunya....tidak bisa digambarkan dengan kata-kata seperti apa persisnya. Bangkai ayam bertebaran dimana-mana, di meja, di kursi, di atas kap lampu, di atas televisi, bercampur dengan kotoran, makanan dan air. Sangat berantakan dan kacau balau. Butuh beberapa hari untuk menghilangkan bau tak sedap itu dari rumah mereka. Dan butuh dana ekstra untuk mengganti beberapa barang yang harus dibuang karena tidak lagi bisa digunakan setelah musibah itu. Menutup cerita itu dia berkata dengan polosnya, "Padahal sengaja saya sediakan jatah makanan dan air untuk dua minggu, supaya bisa mereka atur sendiri..."

Selama pak Arvin bercerita, tak putus-putusnya kami tertawa terpingkal-pingkal..ha..ha..hi..hi.. hu..hu..he..he..kami tidak bisa menghentikannya, sampai keluar airmata. Semakin tak tertahankan rasanya tawa kami saat banyak dari kami yang berkomentar dan bertanya. Mengapa ayam-ayamnya gak dititipkan saja ke kita? Mengapa ayam-ayamnya gak diberitahu agar mengatur stok makanan dan airnya? Mengapa pak Arvin gak menunjuk 1 ayam sebagai korlap (koordinator lapangan)? Mengapa gak dibikinkan jadwal makan minum dan ditempel di dinding ruang tamu, supaya mereka bisa membacanya? Mengapa sebelum berangkat cuti pak Arvin gak mengasuransikan ayam-ayam tersebut?

Atas semua pertanyaan dan komentar kami, pak Arvin hanya menjawab, "Mengapa gak bilang dari dulu...........??"

0 komentar:

Posting Komentar